Siaran Pers Negara Harus Meminta Maaf, Menegakkan Keadilan dan Ubah Kebijakan yang Merugikan Kartika dan Semua PRT Migran

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Senin, 24 Juli 2023

Siaran Pers Negara Harus Meminta Maaf, Menegakkan Keadilan dan Ubah Kebijakan yang Merugikan Kartika dan Semua PRT Migran

 

Jakarta, 7 Maret 2023 - Nama Kartika Puspitasari menjadi berita besar di Hong Kong ketika gugatan memenangkan gugatan dan membeli hak ganti rugi setara 1,67 miliar Rupiah pada Februari lalu atas kasus kekerasan dan eksploitasi yang dia dapatkan dari majikannya di sana. Eksploitasi, penganiayaan, kekerasan, penyekapan dan sejumlah perlakuan keji dialami oleh Kartika, seorang pekerja sektor domestik migran di Hong Kong selama lebih dari 2 tahun dari Juli 2010 sampai Oktober 2012. Selain tereksploitasi dan kekerasan, Kartika juga mengalami waktu kerja panjang, tidak digaji, tidak dapat hari libur, tidak dapat jaminan sosial, serta buruknya kondisi kerja dan tempat tinggal. 


PRT migran yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, ini terpaksa bermigrasi ke Hong Kong setelah sebelumnya bekerja di Singapura demi menghidupi anaknya setelah suaminya meninggal. “Tiga bulan pertama bekerja, majikan masih memperlakukan saya dengan baik. Namun, setelah mereka pindah ke rumah baru, majikan perempuan itu mulai mengubah sikapnya. Majikan saya membuang semua barang-barang saya termasuk pakaian, dokumen dari Indonesia, paspor, kontrak kerja dan KTP Hong Kong,” kata Kartika dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/3) siang. 


Kartika bekerja merawat 3 anak dan 2 orang dewasa di keluarga Tai Chi-Wai dan Catherine Au Yuk-shan di kota Tai Po, Hong Kong. Saat musim panas dan dingin, majikannya memaksa Kartika untuk memakai plastik sampah sebagai pengganti baju. Kartika juga disuruh memakai popok setiap hari. Tak jarang, Kartika mendapatkan pemukulan menggunakan tangan, sepatu, gantungan baju, bahkan rantai sepeda. (Cerita selengkapnya silakan diakses di sini: bit.ly/CeritaKartikaMigran ).


Kisah Kartika bukanlah kasus pertama. Pada tahun 2014, Erwiana Sulistyaningsih asal Ngawi, Jawa Timur, juga mengalami perlakuan serupa ketika ia bekerja di Hong Kong. Erwiana, yang kini menjadi aktivis Beranda Migran mengamini sejumlah perlakuan keji seperti penelantaran dan pemutusan komunikasi dengan orang-orang yang membantu memperjuangkan kasusnya. 


Kasus Kartika berulang kasus serupa yang dialami Erwiana saat bekerja di Hong Kong. Artinya, tidak ada upaya perbaikan untuk pencegahan dan perlindungan, terhadap PRT migran di sektor domestik. Sementara, jika hal ini dibiarkan, kasus serupa hanya soal menunggu waktu.



Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage