Jenis Kelamin

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Rabu, 08 Juli 2020

Jenis Kelamin




Catatan harian ini tumbuh bersama janin dirahim ku.

Minggu ke 8

Sore. Pukul 16.68. Hujan yang kian menderas sore ini. Aku duduk diberanda rumah. Angin dingin meresap di pori-pori kulit ku. Ku merapatkan jacket cardigan. Sambil mengelus elus perut.Sekarang Aku tidak sendiri. Ada kau disana. Aku meyambut hidupmu. Bukan dimulai saat kau lahir nanti, tapi dimulai detik ini ketika dokter meyatakan keberadaan mu diruang paling agung bernama rahim. Welcome my baby..

Minggu ke 12

Pagi hari yang hangat. “Nak, apa kabar kamu didalam sana?” Aku ibumu ingin bercakap-cakap. Tentang kebersamaan kita dalam satu tubuh. Rasanya kita semakin erat setelah melalui satu bulan morning sickness. Apa yang ibu makan tak lagi membuat ibu mual dan ingin muntah-muntah. Anak ku sayang…ini kehamilan ibu kelima, tapi ibu tetap berdebar-debar menunggu perjumpaan kita nanti. Love you sayang.

Minggu ke 22

Selasa dini hari. ibu periksa kandungan ke rumah sakit. Ditemani Tiar kakak mu tertua. Kami berdua melihatmu melalui Ultrasonografi. Tampak tangan, kaki, kepalamu mulai terbentuk jelas.
“Selamat ya Ibu! Bayi ibu sehat. Dan kelamin bayi tampak seperti buah biji kopi. Insyallah jenis kelaminnya perempuan.” Kata dokter disampingku.
Seketika aku murung. Dibenak ku teringat kata-kata ayahmu. Ia sangat menginginkan anak laki-laki. Maka sampai kehamilan ke lima ini. Ayahmu tidak memperolehkan ibu Ber-KB sampai keinginan itu terwujud.
“ Loh, kenapa kok raut muka ibu sedih seperti itu?” ibu harus tetap bahagia agar energi positif terpancar sampai ke janin.
“ kalau ibu ingin anak laki-laki nanti bisa coba lagi!” kata dokter tersenyum tipis menyudahi konsultasiku diruang Kandungan.

Minggu Ke 26.

Rabu malam. sejatinya ibu teramat bahagia. mengetahui kondisi mu sehat sempurna. Rasanya berbinar binar menghitung waktu kelahiran mu. Aku seringkali melamunkan paras cantik mu bersanding dengan keempat kakak perempuan mu. Tiar, Hotma, Sondang dan Pasu.

Ibu berdoa agar ayah melupakan keinginan itu, ayahmu teramat keras dengan tradisi batak . Katanya anak perempuan tidak pernah dicatat dalam silsilah keluarga, bahkan tak mewariskan apapun di keluarga. anak laki-laki lebih kuat. Maka ia pewaris keluarga. Tapi ibu berharap semua bisa berubah nak, karena itu tradisi yang telah banyak hilang tergerus waktu.

Ibu memberanikan diri malam ini, berbagi anugrah kehamilan bersama ayah. Sebelum ayah berangkat tidur, ibu dengan hati yang lapang menceritakan keadaan dan jenis kelamin mu pada ayah.
“Ayah..pasti anak kita cantik, hidungnya mancung seperti ayah, kira-kira kita beri nama siapa ya putri kita!”
Namun Bukanlah sebuah jawaban yang ibu dapat, justru raut kekecewaan terbit diwajah ayahmu.
“perempuan lagi, perempuan Lagi. Katanya ketus. “ Aku butuh anak laki-laki untuk meneruskan cita-citaku!” jawab ayah sambil beranjak dari posisi baring. Bergegas meninggalkan ibu yang terkulai lemas di tempat tidur.

Dada ku seketika sesak, bulir-bulir air turun di sudut mata, pilu membayangkan sebentar lagi, ibu akan dimadu. Sama persis dengan nasib teman ku si minah yang dimadu, karena tidak memiliki anak berjenis laki-laki. ia harus rela berkali kali hamil.

Keinginan minah memiliki anak laki-laki mampu melupakan peristiwa kesakitan yang hampir merenguk nyawanya. Bagaimana mungkin memiliki anak laki-laki mampu melengkapi, kesempurnaan sebagai ayah. Sedangkan anak perempuan tidak bisa.

Minggu ke 29

Bulan ke bulan Perut ibu semakin terasa sesak. Maafkan ibu nak! Ibu tak ingin kehilangan ayahmu. Semenjak tahu jenis kelamin mu perempuan. Ibu berjanji untuk tidak check ke dokter lagi. Ibu akan sibuk menjalankan ritual dari orang orang yang telah kenyang makan asam garam untuk melahirkan anak laki-laki.

Ibu disarankan lebih banyak makan daging kambing, ibu menaburi perut ibu dengan bedak bekas anak tetangga berjenis kelamin laki-laki. Dan berbagai ritual dari yang masuk akal sampai diluar akal sehat ibu jalani.

Ibu tak peduli dengan ketidakpeduliaan ayahmu, semenjak mengetahui kau perempuan. Ayahmu tak pernah lagi menanyakan apa yang ingin ibu makan. Ayahmu tak pernah lagi mengelus perut ibu menjelang tidur. Ibu harus sendiri bertarung agar kau itu laki-laki.

Minggu ke 36

Sampai hari ini tiba. Sebulan lewat dua hari. Ada rasa sakit yang hebat, mengili-ngili tubuh, merayap kesendi-sendi menjalar ke seluruh pori, sakit yang bermuara dari perut ibu yang besar.
Dua hari ibu di dera sakit, diminta untuk dirumah dan bersikap tenang. Semua keluarga ayahmu tampak biasa saja, tidak terlihat panik sekalipun, padahal demi tuhan. Aku merasakan sakit luar biasa hebat dari proses persalinan ku terdahulu.
Memasuki hari ketiga pembukaan jalan lahir tak juga maju, nenekmu hanya sedikit tidur, wajahnya sangat letih. Dia tak henti meyemangati ibu untuk tidak meyerah, nenekmu terlihat sangat cemas, padahal ini bukan pertama kali ia menemaniku.
keringat ibu mulai mengucur dipelipih merembes dikasur yang menopang tubuh kepayahan“ “sekarang juga bawa kerumah sakit, anak ku tidak biasanya seperti ini! Ayo cepat demi Tuhan bawa istrimu ke rumah sakit!.” nenek meminta pada ayahmu.
Sudah tiga hari di siksa sakit tak seorangpun yang bergegas membawa ku ke rumah sakit. Aku mulai merasakan kesulitan bernafas. Lambat-lambat suara nenek serasa jauh ku dengar.
Kondisi ibu setengah sadar. Tiba-tiba ibu sudah terbaring di bawah lampu bundar besar. Ibu sudah berada di ruang operasi ibu merasa perut diaduk aduk lalu ditarik-tarik. Efek bius membuat rasa kebal pada sayatan di perut. Ibu tengah berada diruang operasi. Lima orang berpakaian seragam biru mengeliligi ibu.
Sekitar 30 menit. Suara tangis itu bayi pecah. “Ibu ini anak ibu, cantik sekali. Luar biasa selama 20 tahun menjadi dokter baru kali ini ada bayi tali pusar melilit dan hampir putus didalam!”
Ibu menitikkan air mata, menyaksikan paras mu nan elok, seorang gadis mungil yang masih merah terbaring tak berdosa di samping ibu. Tiba-tiba ibu kesulitan bernafas, dada ku sesak. Mata ku samar-samar dan semua gelap sekeliling.


Oleh : Ida Zubaidah

Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage