Mek Impun, Perempuan dari suku batin 9 Pangkalan Ranjau. Ia memiliki keahlian mencari ikan dengan mengunakan teknik Nube atau meracuni ikan dengan mengunakan akar jenuh. Proses yang dilakukan dengan mengeluarkan getah dari akar jenuh dan dialirkan ke air sehingga membuat mata ikan menjadi pedih. Setelah itu, beberapa menit kemudian ikan akan terapung ke atas permukaan sungai. Mencari Ikan Jamak dilakukan bagi perempuan SAD batin 9 namun, pengetahuan dan praktik ini nyaris hilang seiring dengan semakin berkurangnya akar jenuh karena alih fungsi hutan menjadi tanaman monokultur
Minggu, 07 Januari 2024
Minggu, 15 Oktober 2023
NEGARA WAJIB RAWAT KORBAN ASAP
Oktober 15, 2023
Negara Wajib Rawat Korban Asap !
Masyarakat Jambi menghadapi masalah kesehatan serius akibat kebakaran hutan dan lahan 2 bulan terakhir. Racun asap yang dihirup akan meyebabkan paru-paru kronik dan masalah jantung terutama pada anak-anak, lansia dan perempuan hamil.
Dilansir dari detik.com Jumlah penderita ISPA mencapai 48.740 kasus tersebar di beberapa Puskemas Kota Jambi. Hal ini mencerminkan kegagalan Pemerintah dalam menangani kebakaran hutan dan lahan yang terindentifikasi kerap terjadi berulang di wilayah konsesi perusahaan.
Padahal Konstitusi sudah mengamanatkan perlindungan bagi semua warga untuk mendapatkan Hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Namun, praktiknya pemerintah lalai. Tidak ada upaya indentifikasi dan pemulihan bagi kesehatan penduduk yang potensial terdampak asap di pedesaan yang tersebar di beberapa kabupaten di Jambi.
Hasil dokumentasi Beranda Perempuan menemukan sektar 647 Jiwa, 102 Bayi dan 29 Lansia di Pangkalan Ranjau Desa Sungai Renjah Kecamatan Bahar Selatan, Kabupaten Muaro Jambi tidak mendapatkan akses layanan kesehatan bahkan selembar masker pun tidak mereka dapatkan. Anak-anak mengeluh batuk-batuk dan demam. Kondisi ini semakin parah ditengah keluhan warga menghadapi krisis air bersih.
"8 Tahun menghadapi Asap tidak lantas membuat pemerintah lebih sigap, Anak-Anak Tak berdosa, Jadi korban". Ungkap Zubaidah, Direktur Beranda Perempuan.
Selasa, 26 September 2023
PRESS RELEASE: Kritik atas Tuntutan 15 Tahun Penjara Terhadap YSA, Jangan Hukum Korban Kekerasan Seksual !
September 26, 2023
Kritik atas Tuntutan 15 Tahun Penjara Terhadap YSA, Jangan Hukum Korban Kekerasan Seksual !
Rabu (20/09/2023) LBH ARA, LBH BERINGIN, YLBH PADANG, BERANDA PEREMPUAN
Senin
18 September 2023 Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan 15 tahun penjara terhadap Yunita Sari Anggraini. Perempuan
berumur 21 tahun ini diancam
pidana pasal 82 ayat (2) UU tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang jo pasal 65 ayat 1 KUHP
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana
"melakukan persetubuhan yang
dilakukan secara berlanjut
dan terhadap beberapa
orang anak.
Tuntutan ini merupakan praktik pelanggaran bagi pemenuhan hak atas peradilan yang adil (fair trail) bagi YSA sebagai perempuan korban kekerasan seksual. Sejak awal, aparat hukum melanggar prinsip asas praduga tak bersalah dengan mengabaikan laporan YSA yang mengaku dirinya sebagai korban ditengah ramainya pemberitaan media yang menarasikan YSA sebagai pelaku pencabulan terhadap 17 anak.
Laporan YSA ditulis dalam bentuk pengaduan Masyarakat yang tidak memiliki nomor register (selanjutnya dapat dibaca dalam Perpol Nomor 09 Tahun 2018) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bukan administrasi untuk melakukan penegakan hukum pidana. Pelaporan tindak pidana oleh YSA diterima oleh Polresta Jambi tidak sesuai dengan Pasal 1 angka 24 KUHAP, sementara laporan orang tua anak-anak yang diterima laporannya pada hari itu sebagaimana LP nomor: LP/B- 401/II/2023/SPKT/Polda Jambi.
Kepada Pendamping YSA menuturkan ia samasekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara menungkapkan peristiwa kekerasan yang menimpanya. Aparata Penegak Hukum (APH) Justru melakukan victim blaming terhadap YSA. Hingga kini YSA ditetapkan sebagai terdakwa dan menjadi penghuni Lapas kerap mendapatkan stigma dan rentan konflik dengan sesama penguni Lapas.
Selain itu, APH tidak cermat dalam menguji pembuktian. Dalam konferensi Pers Polresta Jambi mengatakan penutupan kasus terhadap laporan YSA dengan alasan Tidak adanya tanda-tanda kekerasan didiri YSA, Visum yang dijalani oleh YSA adalah bentuk YSA mencoba melukai dirinya sendiri. Ini tidaklah patut dibenarkan karena tidak pernah diungkapkannya data yang bisa menunjukkan DNA pelaku pencakaran hanya sebatas keterangan yang tidak diketahui asalnya dari siapa
Klaim mengenai visum vagina yang tidak menemukan cairan sperma juga adalah bentuk terlambatnya Visum Vagina dilakukan, keterangan mengenai pengakuan anak yang melihat dan menyaksikan YSA dipegang-pegang dan sempat minta tolong dikonter kembali keterangannya dengan BAP kedua yang mengatakan anak tersebut diajarkan, hal ini telah terbantahkan dipersidangan, anak yang melihat dan menyaksikan dengan tegas mengatakan hal yang sama didepan persidangan dan tidak mengetahui isi dari BAP keduanya.
Pentingnya Kehadiran UU nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi jawaban untuk kasus-kasus kekerasan seksual yang seringnya terjadi di tempat tertutup dan tersembunyi serta minimnya pembuktian, dalam konteks pembuktian satu keterangan korban ditambah dengan bukti atau keretangan lain dapat membawa seseorang untuk bisa didakwa didepan persidangan.
Jaksa harus mengungkap kasus dan mendapatkan fakta persidangan yang tidak diskriminatif dan memastikan tidak memperparah luka YSA sebagai korban kekerasan seksual sesuai dengan dengan amanat Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Pidana.
Aparat hukum harus cermat dan dapat mempertimbangkan keterangan 3 ahli yang sudah dihadirkan dalam persidangan untuk meringankan terdakwa yaitu ahli psikologi Forensik Nathanael Eldanus J. Sumampouw M.Psi., M.Sc, menuturkan mengenai bagaimana mendapatkan keterangan yang kredibel.
Diantaranya pertama, keluar secara spontan/bagaimana suatu keterangan pertama
kali muncul. kedua mengevaluasi metode yaitu bagaimana
mendapatkan keterangan dari
metode atau teknik bertanya yang tepat dan tidak dalam konteks mensugestif, misalnya melemparkan pertanyaan tertutup yang hanya membutuhkan jawaban
iya atau tidak saja. ketiga mendapatkan keterangan secara verbal dengan melakukan analisa statement
dengan basis fakta atau data lainnya. Selain
itu juga ia menjelaskan terkait bagaimana psikologis korban kekerasan seksual
juga bagaimana psikologis pelaku kekerasan seksual.
Ahli kedua yaitu Yuniyanti Chuzaifah dimandatkan dari Komnas Perempuan yang sebelumnya
telah melakukan penelusuran kasus dan mendokumentasikan kasus YSA. ia meyampaikan temuannya “Seharusnya YSA hadir disini
sebagai korban, bukan sebagai Terdakwa, YSA mengalami Diskriminasi, Stigma dan relasi
kuasa yang mempengaruhi dan berperan besar sehingga YSA menjadi terdakwa,
YSA
Sudah di Reviktimisasi berulang-ulang, Yuni juga menyampaikan anak-anak sebenarnya juga adalah korban dari kondisi
sosial yang tidak memberikan pemahaman
tentang seksualitas dengan benar, sehingga
potensi anak-anak menjadi
pelaku kekerasan seksual
kemudian bisa terjadi.
Selanjutnya pada 4 September
pakar seksologi dan kesehatan reproduksi Fakultas Kedokteran UGM Dr. Dra Budi Wahyuni MM. MA juga memberikan pandangannya didepan pengadilan bagaimana
jahatnya system patriakis yang memilih
YSA menjadi kambing hitam dalam
permasalahan ini, YSA adalah perempuan yang memiliki bobot badan hanya
40 kg, sedang memiliki anak yang sedang
menyusui, dimana ibu yang menyusui memiliki sensitifitas yang tinggi, hasrat seksual yang cenderung akan menurun dari biasanya.
Dia menyebutkan perempuan memiliki vagina yang bisa kapan saja dimasuki dan memberikan respon atas itu, tuduhan mengenai
perempuan menikmati seks karna mengeluarkan cairan tidaklah patut
dianggap menjadi alasan
pembenar kekerasan seksual terjadi terhadapnya. Sedangkan
laki-laki jika dihadapkan dalam keadaan takut maka tidak akan mampu penetrasi
atau ereksi.
Relasi Kuasa Anak laki-laki secara
berkelompok
Relasi
kuasa yang sebenarnya tidak ada di diri YSA yang merupakan pendatang, miskin,
dan perempuan yang sudah powerless, YSA
adalah korban kekerasan beruntun dan
berulang dimana ketiadaan Negara untuk melindungi hak korban kekerasan
seksual dibangku sekolah
yang berimplikasi juga terputusnya hak pendidikan terhadap
YSA.
Dalam fakta Persidangan pada tanggal 20 Juli 2023 Jaksa Penuntut
Umum menghadirkan 13 orang saksi orang tua dan anak sekaligus untuk
diperiksa didepan persidangan, Pendamping Hukum YSA
keberatan untuk saksi diperiksa sekaligus, sehingga
pada tanggal 20 Juli 2023 hanya diperiksa satu saksi Pelapor dan satu orang anak, dan ditemukan fakta
persidangan bahwasannya anak dengan tegas menolak adanya diberikan tontonan
video porno, anak juga menolak
adanya diimingi ataupun
diberikan bermain Play Station gratis, ataupun diberikan uang, anak juga menyebutkan mengetahui dengan
sendirinya kode-kode tentang ajakan untuk seksualitas
Relasi
kuasa yang paling memungkinkan yaitu Relasi Kuasa delapan orang anak yang dilindungi oleh RT sekaligus orang
tua dan masyarakat yang tidak terima anaknya
dituduh sebagai pelaku pemerkosa, dua orang
anak yang merupakan
ponakan suami dari YSA yang membuat situasi YSA semakin tak berdaya
karena adanya dorongan dan tekanan
dari mertua, relasi kuasa masyarakat sekitar serta peran RT yang memiliki akses ke media untuk memviralkan sesuatu
mendominasi sehingga bisa membalikkan fakta dan situasi.
Beberapa
anak perempuan yang dihadirkan sebagai korban terkait Pompa ASI sebagai
alat pelecehan juga dihadirkan, namun sebagain besar diantaranya menyebutkan menggunakan pompa ASI dengan
inisiatif sendiri dan tidak ada diajarkan
langsung oleh YSA, atas tuduhan tersebut JPU tidak ada menghadirkan barang bukti
mengenai keberadaan pompa ASI yang
dituduhkan menjadi alat pelecehan seksual
tersebut.
Atas situasi
ini kami pendamping menuntut agar majelis
hakim nanti dapat memberikan
putusan yang adil dan tidak memenjara korban kekerasan seksual. jikapun
hakim ragu sudah seharusnya YSA diputus Bebas, karena lebih baik melepaskan 1000 orang bersalah,
daripada harus menghukum 1 orang tidak bersalah
CP. Pendamping
Alendra (+62 852-6611-2001) PH YSA
Decthree Ranti Putri (082132522017) Advokat Publik/PH YSA
Zubaidah (081366399190) Pendamping
#JanganPenjarakanKorban #KekerasanSeksual
Kehadiran ahli untuk pemenuhan hak YSA sebagai korban kekerasan seksual
September 26, 2023
Kamis, 31 Agustus 2023
Meraup Rupiah Dari Nanas Gambut Jambi
Agustus 31, 2023
Ada pemandangan berbeda bagi siapa saja yang baru masuk ke Desa Tangkit Baru, Kec. Sungai Gelam Kab. Muaro Jambi Provinsi Jambi. Di sepanjang jalan Syeikh Muhammad Said, buah nanas berjejer rapi di pondokan depan rumah warga desa itu. Orang-orang mengenal daerah ini sebagai agroforestri Nanas Tangkit Baru.
Uniknya, daerah penghasil nanas terbesar di Jambi ini merupakan daerah tanah gambut. Dikutip dari pantau gambut.id, gambut merupakan bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna karena terdapat pada kondisi anaerob (kedap udara). Proses dekomposisi terjadi dengan sangat lambat dan membuat bahan organik menumpuk sehingga terbentuklah gambut. Gambut bukanlah tanah mineral, proses terbentuknya sejak beribu tahun yang lalu membuat lahan gambut memiliki perbedaan dengan tanah pada umumnya.
Namun siapa sangka, kemampuan adaptasi buah berbentuk
bulat panjang dengan kulit berbentuk sisik-sisik besar ini cukup baik. Sehingga menjadi alternatif perekonomian bagi masyarakat desa Tangkit Baru.
Namanya Dirah (26) salah satu perempuan pelaku UMKM yang memanfaatkan bahan dasar nanas menjadi produk makanan dan telah menopang perekonomiannya sehari-hari.
“Nanas goreng ini sudah cukup lama, bahkan saya mendapatkan resepnya dari orang tua saya. Karena di daerah kami banyak nanas jadi kami memutuskan untuk memanfaatkan nanas ini dan memproduksinya lebih banyak” kata Dirah.
Ibu satu anak itu mengaku dengan mengolah nanas menjadi nanas goreng nilai jual nanas pun menjadi naik. Ia pun bertekad akan mempertahankan bahkan meningkatkan mutu nanas gorengnya mulai dari pengolahan, pengemasan, sertifikat halal dan administrasi lainnya.
“Kami bertekad nanas goreng ini menjadi bahan oleh-oleh yang menjanjikan, kami pun akan terus meningkatkan kualitasnya” tambah Dirah.
Lain Dirah, lain pula Irwan (36), pengelola produk olahan nanas rumahan yang telah membuat berbagai varian camilan dari nanas. Produk turunan nanas yang ia buat mulai dari dodol, agar-agar, teng-teng, stick nanas, hingga pangsit yang terbuat dari nanas terus ready stock di rumahnya.
“Alhamdulillah sekarang berikhtiar untuk terus berjualan dan membuat produk baru dari bahan baku nanas, juga mampu menutupi biaya produksi dan membantu perekonia keluarga” terang Irwan.
Sepanjang jalan desa Syekh Muhammad Said memang hampir di setiap depan rumahnya terdapat nanas-nanas segar, baik mentah maupun matang. Pembeli pun dapat membeli dalam jumlah yang banyak, satu rentengnya berisi 4 buah nanas cukup besar dibanderol dengan harga 15.000,00
*Artikel ini merupakan implementasi kampanye digital Pantau Gambut
Rabu, 23 Agustus 2023
Forum Edukasi Kehidupan Remitansi Pekerja Migran
Agustus 23, 2023
Rabu, 2 Agustus 2023, Beranda Perempuan bersama Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan Universitas Alberta mengadakan Forum Edukasi dengan Tema “Lives of Migrant Remittances (LOMR): An Asian Comparative Study”
Forum edukasi ini bertujuan untuk mempublikasikan hasil penelitian “Kehidupan Remitansi Migran” yang dilakukan oleh Profesor Denise L. Spitzer bersama akademisi dan organisasi-organisasi migran akar rumput.
Pada Forum Edukasi tersebut terdapat tiga pembicara, pembicara pertama Hanindha Kristy merupakan Koordinator Program Beranda Migran dari Beranda Perempuan memaparkan tentang “Sekilas Pekerja Migran Indonesia”. Hanindha menjelaskan persebaran Pekerja Migran Indonesia (PMI), beberapa mitos terkait PMI, kondisi PMI, dampak dari adanya migrasi dan sistem migrasi. Pembicara yang kedua yaitu Prof. L Spitzer, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Alberta sekaligus pemimpin atau peneliti utama LOMR, memaparkan bahwa penelitian LOMR berlangsung selama kurang lebih lima tahun dengan 1,020 responden pekerja migran Indonesia dan Filipina, menemukan bahwa 88,7% pekerja migran mengirim remitansi setiap bulan dan remitansi berasal dari 50% gaji pekerja migran. Selanjutnya, pemanfaatan 80% dari remitansi digunakan untuk kebutuhan makan, 70% digunakan untuk biaya pendidikan dan hanya 1% yang menyatakan bisnis sebagai prioritas utama. Pembicara ketiga yaitu Bapak Dodi Wibowo, Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada, menjelaskan bahwa keamanan manusia sebagai pekerja migran merupakan bagian dari keamanan ekonomi, sehingga tujuan manusia bermigrasi untuk terpenuhinya keamanan ekonomi atas dirinya dan keluarganya tetapi kenyataan yang terjadi keamanan ekonomi pekerja migran masih terancam, dengan perhitungan gaji yang sebenarnya tidak cukup untuk biaya hidup pekerja migran itu sendiri dan keluarganya.
Selain itu, juga terdapat dua penanggap dari diskusi ini. Penanggap yang pertama yaitu Erwiana, purna migran yang sekarang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran Indonesia Hong Kong dan Macau menceritakan pengalamannya sebagai pekerja migran Indonesia yang disiksa oleh majikannya dan bertahan demi dapat membantu keluarganya dengan mengirimkan remitansi. Sebelumnya Erwiana juga sebagai pengelola hasil remitansi karena Ibunya juga seorang mantan pekerja migran Indonesia. Penanggap yang kedua yaitu Fikri Rasendriya, mahasiswa aktif, merespon temuan bahwa 70% remitansi pekerja migran digunakan untuk membayar biaya pendidikan. Dia membenarkan bahwa biaya pendidikan di Indonesia sangat mahal dan ini pasti akan terus membebani pekerja migran yang rela bekerja di luar negeri selama bertahun-tahun demi menyekolahkan anaknya.
Peserta yang hadir pada forum edukasi ini kurang lebih berjumlah 33 peserta yang terdiri dari Akademisi, Advokat, Praktisi, Mahasiswa, Purna Migran dan perwakilan dari BP3MI DIY. Beberapa dari mahasiswa menyatakan tanggapan terkait sulitnya lapangan pekerjaan di Indonesia yang menyebabkan masyarakat Indonesia harus bermigrasi keluar negeri, BP3MI DIY juga menanggapi bahwa menurutnya kiriman remitansi pekerja migran menjadi pemasukan negara terbesar nomor dua setelah migas, BP3MI juga berkomitmen untuk membersamai pekerja migran.
Harapannya dengan adanya forum edukasi ini, Pemerintah, Akademisi, Advokat, Praktisi, Mahasiswa, Purna Migran dan masyarakat lainnya dapat bersinergi untuk mendukung pekerja migran Indonesia.
Forum “Speak Up dan Dialog Perempuan Pekerja Migran dan Purna Pekerja Migran Berdaya" dalam Rangka Memperingati Hari Perempuan Internasional
Agustus 23, 2023
Yogyakarta, 18 Maret 2023 - Beranda Migran bekerja sama dengan Talithakum Yogyakarta, Mitra Wacana dan Kulon Progone Hong Kong mengadakan Forum Speak Up dan Dialog dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2023 dengan tema ‘Perempuan Pekerja Migran dan Purna Pekerja Migran Berdaya’.
Forum Speak Up dan Dialog ini merupakan wadah untuk pekerja migran dan purna migran dalam menyuarakan tantangan-tantangan yang dialami selama bekerja di negara penempatan dan saat kembali ke tanah air. Forum ini dilaksanakan secara hybrid dan dihadiri oleh JBMI Hongkong & Macau, IFN Singapore, Gannas Community Taiwan, FPR Yogyakarta, Dinas Sosial DIY, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, serta Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) DIY.
Dalam Forum speak up, Pekerja Migran dan Purna Migran menyampaikan aspirasinya. JBMI Hongkong dan Macau diwakili oleh Sringatin, memberikan kritikan keras terhadap pelaksanaan Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang Pekerja Migran Indonesia yang mengatur terkait zero cost. Pada kenyataannya, PMI masih dibebani biaya penempatan yang berlebih menyebabkan PMI masuk ke jeratan hutang. Di sisi lain, sistem pengaduan sangat minim dan kurang tepat. Membutuhkan waktu yang panjang untuk melaporkan perkara ketidakadilan ke KJRI.
Kartika Puspita Sari, seorang pekerja sektor domestik migran juga menyampaikan testimoninya. Dia mengalami eksploitasi, penganiayaan, kekerasan, dan penyekapan dari majikan ketika bekerja di Hongkong selama lebih dari 2 tahun dari Juli 2010 sampai Oktober 2012. Kartika juga mengalami waktu kerja panjang, tidak digaji, tidak dapat hari libur, tidak dapat jaminan sosial, serta buruknya kondisi kerja dan tempat tinggal. Kartika meminta kepada Pemerintah agar memberikan perlindungan yang optimal bagi pekerja migran dimanapun ditempatkan.
Kulon Progone Hongkong (KPHK) merupakan paguyuban purna migran Hongkong yang diwakili oleh Iswanti dan Anggit, meminta kepada Pemerintah agar diberikan pelatihan keterampilan tanpa batasan waktu dan usia untuk mendirikan usaha sendiri, suatu usaha bersama dan bantuan dalam pemasaran produk dari usaha bersama tersebut. Iswanti (ketua KPHK) menegaskan bahwa tidak semua pekerja migran yang pulang ke Indonesia memiliki usaha mandiri dan mempunyai uang yang cukup, bahkan ada pekerja migran yang sudah puluhan tahun bekerja, namun tidak membawa hasil apapun ketika pulang. Uang hasil pekerja migran biasanya sudah habis untuk biaya renovasi rumah dan biaya sekolah anak dalam jangka 2-3 tahun pasca kepulangan mereka.
Aspirasi yang disampaikan oleh pekerja migran dan purna migran ditanggapi oleh lembaga pemerhati migran yaitu Beranda Migran dan Talithakum, serta instansi Pemerintah yaitu Dinsos DIY, BP3MI DIY, dan DP3AP2.
Erwiana mewakili Beranda Migran menjelaskan bahwa Beranda Migran fokus terhadap isu-isu perempuan migran mengkritisi tindakan kekerasan, perdagangan manusia, eksploitasi, dan sejumlah ketidakadilan lainnya, serta menilai bahwa sistem migrasi saat ini masih mahal dan tidak menjamin adanya kesejahteraan dan keamanan kerja. Kondisi kerja dan upah yang diterima oleh pekerja migran juga tidak manusiawi. Skema migrasi yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia dengan menyerahkan tanggung jawab penempatan dan perlindungan PMI kepada pihak swasta menjebak para PMI ke dalam jurang eksploitasi. Mulai dari calon PMI yang mengalami penahanan dokumen oleh PT, agensi, atau majikan sampai mereka selesai membayar biaya penempatan yang sangat mahal. Sistem yang menindas dan mengeksploitasi tersebut harus dilawan dengan solidaritas untuk menuntut tanggung jawab pemerintah dalam hal pemenuhan hak dan perlindungan bagi para pekerja migran.
Jaringan Talithakum diwakili Sr. Anastasia menegaskan diskriminasi terhadap perempuan merupakan dampak negatif dari budaya patriarki. Kondisi ekonomi yang sulit mengakibatkan kebanyakan perempuan memilih untuk menjadi pekerja migran. Perempuan pekerja migran rentan menjadi korban eksploitasi, sindikat narkoba, dan perdagangan manusia. Talithakum sebagai jaringan pemerhati migran berharap agar pemerintah mengusahakan keamanan, keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja migran dan purna migran.
BP3MI DIY diwakili oleh Ulfa menilai Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang PMI telah menjamin perlindungan pekerja migran mulai sebelum keberangkatan, penempatan hingga kepulangan ke Indonesia. Jaminan perlindungan dalam aspek sosial, ekonomi dan hukum. Ulfa menyampaikan bahwa BP2MI sedang mengusahakan pengimplementasian dari kebijakan zero cost. Demi perlindungan PMI, BP3MI mewajibkan pekerja migran berangkat melalui agensi. Agensi adalah institusi yang dipercayakan pemerintah untuk melindungi pekerja migran. Saat ini, Penempatan pekerja migran sedang diusahakan untuk berbasis satu data kependudukan melalui NIK demi mencegah praktik manipulasi. Verifikasi dan system filter dari basis data tersebut akan membantu penempatan pekerja migran sesuai prosedur. Ulfa menerangkan bahwa BP2MI hanya memiliki kewenangan untuk merekomendasikan kasus, sementara pencabutan izin dan pemberian sanksi adalah kewenangan dari Kementerian Ketenagakerjaan. BP2MI telah melakukan orientasi pra-pemberangkatan yang berisi perjanjian kerja, edukasi keuangan, pembentukan mental, prosedur pengaduan dan edukasi terkait budaya negara penempatan. BP3MI DIY juga membuka akses bagi NGO luar negeri untuk melakukan penelitian mengenai pekerja migran sebagai bentuk perhatian BP3MI kepada para pemerhati migran akar rumput. Menanggapi aspirasi purna migran paguyuban KPHK, Ulfa menyampaikan bahwa BP3MI menerima setiap masukan ada, namun perlu diketahui bahwa BP3MI memiliki keterbatasan anggaran dan setiap kebijakan didasarkan pada data agar memperoleh hasil yang efektif, efisien dan terukur.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak DIY (DP3AP2) membuka peluang bagi para pekerja migran untuk ikut serta dalam Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang bekerja sama dengan psikolog klinis Indonesia dan para konselor. Hera sebagai Kepala Bidang Penyejahteraan Keluarga mengingatkan bahwa kerjasama akan menjadi lebih efektif bila diikuti sinergi. Hera menyarankan pekerja migran agar membekali diri secara cukup terlebih dahulu sebelum kembali ke Indonesia, karena bantuan yang diberikan pemerintah Indonesia sangat terbatas.
Dinas Sosial DIY diwakili Widha Dessy menerangkan bahwa Dinas Sosial menangani masalah pekerja migran pada tahap pasca migrasi. Dinas sosial bekerjasama dengan Kementerian Sosial membuka pusat konseling. Dinas sosial sering menangani kasus yang sudah lama terjadi namun baru dilaporkan. Pada tahun 2023 dinas sosial melakukan pendampingan pekerja migran berbasis kunjungan bagi mereka yang membutuhkan konseling sosial. Dinas Sosial juga memiliki website bagi masyarakat yang ingin memeriksa data pendistribusian bantuan sosial (www.checkbansos.kemensos.go.id) dan call center yang bisa dihubungi oleh para pekerja migran. (admin dinas sosial : 089522884000)
Beranda Migran bergabung bersama perempuan pekerja migran, purna migran, dan pemerhati migran memperjuangkan kondisi kerja layak, upah layak, perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar pekerja migran. Hari Perempuan Internasional adalah waktu yang tepat untuk menuntut keadilan dan meminta pertanggungjawaban atas kelalaian pemerintah dalam menjamin perlindungan PMI.
Beranda Migran berharap forum speak up dan dialog ini menjadi langkah awal bagi pekerja migran, purna pekerja migran, pemerhati pekerja migran, dan instansi pemerintah bersama-sama membangun sebuah support system yang solid untuk pekerja migran dan purna pekerja migran.
Social Footer