Our Exlusive Blog

Lorem ipsum eu usu assum liberavisse, ut munere praesent complectitur mea. Sit an option maiorum principes.

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Rabu, 22 Oktober 2025

Struggling For Climate Justice : Sharing Stories From Women of the Asia-Pacific

 


UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Beranda Perempuan Indonesia menggelar webinar internasional dengan tema: Struggling for Climate Justice: Sharing Stories from women from the Asia-Pacific. Fokus diskusi adalah pengalaman perempuan dan komunitas marginal dalam menghadapi krisis iklim.

Acara ini dihadiri oleh pembicara internasional dari Thailand dan Bangladesh, serta pembicara nasional dari UIN Jambi dan Beranda Perempuan Indonesia, Selasa (26/8). Webinar ini dibuka oleh Rektor UIN Jambi, Prof. Dr. Kaspul Anwar, M.Pd., yang mengapresiasi inisiasi Pusat Gender, Anak, dan Disabilitas (PGAD) UIN Jambi dan Beranda Perempuan Indonesia dalam mengangkat isu-isu aktual terkait keadilan iklim. Beliau menekankan bahwa krisis iklim adalah nyata dan berdampak besar pada perempuan sebagai kelompok yang paling terdampak, serta menuntut kepedulian bersama untuk mengatasinya.
Dalam sambutannya,

Nisaul Fadillah, Koordinator PGAD UIN Jambi, menekankan pentingnya menggunakan istilah “krisis iklim” dan “ketidakadilan iklim” untuk menggambarkan ketimpangan dan dampak nyata yang dialami oleh komunitas kelompok marginal terutama Global North. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara akademisi dan organisasi masyarakat sipil dalam memperjuangkan keadilan iklim. Isu ini harus difahami dan didengungkan bersama oleh semua elemen masyarakat, termasuk para akademisi.

Pembicara internasional, Suphattra Singhaphan dari Thailand dan Fariha Jesmin dari Bangladesh, berbagi pengalaman dan strategi komunitas mereka dalam menghadapi krisis iklim serta dampaknya bagi kesehatan dan ekonomi mereka. Sementara itu, Dr. Zarfina Yenti dari UIN Jambi dan Zubaidah dari Beranda Perempuan Indonesia masing-masing membahas pengalaman Kelompok Perempuan Rimba di Bukit 12, dan Batin 9 Jambi terutama di Provinsi Jambi- Indonesia yang terdampak krisis iklim.

Webinar ini juga menekankan pentingnya memusatkan suara perempuan dan komunitas marginal dalam perjuangan keadilan iklim, serta membangun solidaritas tanpa batas untuk menghadapi krisis iklim global. Acara ini diharapkan dapat menjadi langkah penting dalam memperjuangkan keadilan iklim dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan dan hak-hak komunitas marginal.



Senin, 18 Agustus 2025

Beranda Perempuan dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN STS Jambi Adakan Webinar Diskusi Series

Beranda Perempuan bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN STS Jambi mengadakan Webinar Diskusi Series. Kegiatan ini dilakukan dimulai tanggala 17-28 agustus dengan menghadirkan Narasumber perempuan yang memiliki pengalaman panjang dalam advokasi keadilan iklim. Kegiatan ini diadakan sebagai wadah edukasi publik untuk memahami akar masalah krisis iklim dan dampaknya terhadap perempuan adat dan perempuan di pedesaan. juga untuk meningkatkan minat penelitian bagi akademisi dengan isu krisis iklim dalam konteks perempuan. 

Risma Umar selaku founder Aksi! for gender, social and ecological justice menjadi Narasumber pada sesi pembukaan yang mengupas sejarah Kolonialisme Hijau dan mengkritisi inisiatif iklim yang belum menyentuh pada akar masalah dan Kelompok Perempuan. 

Pada seri diskusi kedua, Dewi Rosana berbagi perspektif dan pengalaman inisiatif iklim yang telah dijalankan komunitas melalui praktik agroechology yang ramah iklim dan pemateri ketiga hadir sebagai narasumber dari Direktur Beranda Perempuan yang mematik diskusi mengenai krisis iklim dan keadilan Gender. 

acara ini kemudian ditutup dengan penyampaian Materi dari Direktur Solidaritas Perempuan Arma Yanti yang sangat kompherensif membahas mengenai proyek-proyek iklim yang justru memperburuk situasi hidup masyarkat adat dan perempuan  
 

Jumat, 18 Juli 2025

Webinar Suara Perempuan untuk Keadilan Iklim

 

 

Beranda Perempuan bekerjasama dengan Universitas Islam Sultan Syaifudin Jambi (UIN STS) mengadakan serial diskusi bertajuk suara perempuan untuk keadilan Iklim. Pada Seri pertama. Diskusi dibuka dengan Materi mengenai Kolonialisasi Hijau dan dampaknya terhadap perempuan. Hadir sebagai Narasumber yaitu Risma Umar selaku Wakil Direktur Aksi for Gender, Social and Ecological Justice. 

Risma Umar  menyampaikan bahwa  Krisis iklim bukan sekadar persoalan lingkungan, tetapi juga mencerminkan ketimpangan struktural yang berakar pada kolonialisme dan patriarki. krisis iklim disebabkan hadirnya industri ekstraktif yang melepas banyak emisi. sehingga seharusnya negara-negara kaya pemilik industri ekstraktif yang harus punya tanggungjawab besar terhadap negara-negara asia yang merasakan dampak paling besar. 

Proyek geothermal, REDD+, food estate, hingga ekstraksi mineral atas nama energi hijau, dinilai telah menggusur ruang hidup masyarakat adat, menghilangkan sumber penghidupan perempuan, dan menciptakan konflik lingkungan yang tidak partisipatif. 

Dalam kegiatan tersebut Bapak Dr. Fridiyanto selaku Ketua LPPM Menyampaikan bahwa mengenai isu perubahan iklim dan kaitannya dengan perempuan masih sangat baru sehingga diskusi ini sebagai ruang belajar bersama. 

Zubaidah dalam pembukaan juga menambahkan bahwa webinar ini akan dilakukan pararel dimulai tanggal 17 juli hingga tanggal 28 Juli 2025  dan akan harapannya bisa mematik ketertarikan akademisi dan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai persoalan perempuan dan iklim yang saat ini masih sangat minim 

Jumat, 30 Mei 2025

Women, Floods and Climate Change


Women often face additional challenges in this kind of situation. several women in rural communities have limited access to information regarding weather and early warning systems. this makes it harder for them to prepare themselves and their communities for potential floods.

Minggu, 09 Maret 2025

(International Women's Day ) Wujudkan Kedaulatan Pangan dan Berikan Layanan Kesehatan Bagi Perempuan adat

 


Perempuan merupakan produsen utama dalam praktik pertanian tradisional. ketrampilan dan praktik lokal mereka sangat penting untuk memastikan ketahanan pangan bagi rumah tangga dan juga masyarakat. namun, praktik ini belum mendapatkan pengakuan dan dilindungi oleh negara sehingga perempuan mengalami pemiskinan dan rentan dikriminalisasi.

Seperti Hasil tracking media yang dikumpulkan Beranda Perempuan, sepanjang tahun 2023-2024. sekitar 2 orang perempuan di tuntut hukuman penjara karena membuka lahan dengan cara merun secara tradisional.

Perempuan tersebut adalah Sona Binti Kulupmat, masyarakat perempuan Talang Mamak di Desa Sanglap, Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Indra Giri Hulu dan Dewita, Perempuan petani kecil di Desa Pemayungan Kabupaten Tebo, Jambi, berniat membersihkan lahan untuk ditanami padi malah masuk jeruji.

Apa yang dialami oleh dua perempuan ini juga dikhawatirkan rentan dialami oleh banyak perempuan yang tinggal dekat dengan kawasan konsesi ditengah semakin  nya isu perubahan iklim dengan meningkatnya proteksi kawasan hutan dengan mengunakan aparat.

Pemerintah menerapkan kebijakan tanpa pembakaran (zero burning policy) tanpa membedakan antara deforestasi skala besar yang banyak terjadi dilahan konsesi dengan pembakaran skala kecil yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat adat.

Kasus ini mengambarkan realitas hukum yang patriakhis-ketika Informasi aturan terutama terkait agraria dan iklim sering kali tidak disampaikan dengan cara yang mudah diakses oleh perempuan. terutama bagi perempuan petani dan perempuan adat yang mengantungkan hidupnya dari sumber daya hutan dan lahan.  

Hasil Temuan beranda Perempuan di Komunitas Batin sembilan di Dusun Tanjung Lebar Kabupaten Muaro Jambi mengeluhkan, banyak perempuan memilih tidak menanam dan terpaksa harus membeli beras dengan harga dua kali lipat lebih mahal.  perempuan terpaksa bekerja serabutan untuk membeli beras dengan bekerja menjadi buruh dikebun milik perusahaan.

Pemerintah lebih banyak berkomunikasi dengan laki-laki sebagai kepala keluarga  sehingga perempuan sering terpinggirkan dari diskusi mengenai hukum bahkan perempuan samasekali tidak mendapatkan akses mengenai teknologi, modal dan pengetahuan mengenai iklim dan pertanian

Padahal perempuan memiliki inisiatif dan pengetahuan lokal dalam merespon situasi krisis iklim, baik adaptasi maupun mitigasi. misalnya, komunitas perempuan Batin sembilan masih mengembangkan varietas bibit padi lokal seperti padi kumpai, pulot dan kuning yang toleran terhadap iklim, mereka saling bertukar benih dengan perempuan pendatang.

Proyek-proyek iklim yang dilakukan justru tidak melibatkan perempuan, bahkan tidak meminta persetujuan perempuan, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. Hal ini berbuntut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang dialami oleh perempuan.

Proyek seperti Food Estate justru lebih mengedepankan kepentingan dan penguasan lahan bagi korporasi besar menghilangkan akses dan pengelolaan bagi petani kecil seperti perempuan.

kehilangan atas sumber penghidupan akan berdampak menurunnya daya perempuan dalam mengakses layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Komunitas perempuan orang rimba dan talang mamak yang menjadi fokus pendampingan Warsi dan Pundi Sumatera. Fasilitas kesehatan bagi perempuan masih sangat buruk dan masih terdapat kasus stunting

Data yang dihimpun Beranda Perempuan, sepanjang tahun 2022-2025 terjadi 4 kasus kematian Bayi meninggal dunia karena ketiadaan layanan rumah sakit dan tenaga bidan yang dapat dijangkau oleh komunitas adat batin sembilan di Dusun Tanjung Lebar, Kabupaten Batanghari Jambi. Kondisi ini juga diperburuk dengan hilangnya pengetahuan dan sumber tanam-tanaman obat yang biasa dikelola oleh perempuan.

Akses atas pendidikan bagi perempuan adat juga masih pada angka rendah, bukan semata karena budaya namun belum banyak upaya yang pemerintah lakukan untuk mengintervensi akar dari permasalahan tersebut. Diskriminasi masih terjadi. Pendidikan tinggi masih menjadi satu hal yang tak terjangkau bagi Perempuan adat, apalagi atas peluang untuk memperoleh pekerjaan yang layak.   

Karena itu, kami organisasi masyarakat sipil, komunitas menuntut beberapa hal sebagai berikut :

  1. Mengakui dan melindungi praktik tradisional perempuan dalam pengelolaan pangan yang lebih adaptif dengan memberikan dukungan modal, teknologi dan pengetahuan inovasi
  2.  Mencabut kebijakan yang dapat mengkriminalisasi perempuan adat dan perempuan petani yang menjalankan metode bertani secara tradisional dan mengembangkan regulasi yang berpusat pada pengetahuan dan pengalaman perempuan
  3.  Memberikan Layanan kesehatan yang mudah di jangkau secara berkala dengan tenaga dokter dan bidan. Serta dukungan atas biaya pendidikan dan peluang kesempatan bekerja bagi Perempuan adat 
  4.   Memberikan dukungan atas inisiatif iklim yang dijalankan oleh komunitas perempuan yang lebih adaptif terhadap iklim sebagai solusi nyata dalam mengatasi iklim
  5.  Batalkan Proyek Food Estate yang menghilangkan akses bagi perempuan petani kecil

Siaran Pers ini dibuat bersama dengan beberapa lembaga sebagai berikut :

  1. Beranda perempuan
  2.  Cappa
  3.  Gita Sada
  4.  Kohati
  5.  Perkumpulan Hijau
  6.  Pundi Sumatera
  7.  Setara
  8.  Warsi
  9.  G cita

Jumat, 10 Januari 2025

Perempuan Adat Batin Sembilan Menuntut Akses Layanan Kesehatan Melalui Gerakan Jahit Pembalut Kain

 

Dok. Beranda Perempuan

Beranda Perempuan bersama Biyung Indonesia mengadakan workshop kesehatan reproduksi dan jahit pembalut kain bagi perempuan SAD Batin Sembilan di Desa Tanjung Lebar Kabupaten Muaro Jambi yang diadakan pada tanggal 10 Januari 2025.

Kolaborasi Beranda Perempuan dan Biyung Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2019 dengan pelibatan 50 perempuan penjahit pembalut di Desa Pulau Raman, Kabupaten Batanghari. Gerakan ini telah berhasil membangun organisasi perempuan yang mandiri rutin produksi jahit pembalut kain di Desa Pulau Raman

Tahun ini, Gerakan yang dikenal dengan jargon  “Perempuan Bantu perempuan.” akan memperluas jangkauan di Komunitas perempuan adat SAD Batin sembilan. Desa Tanjung Lebar di pilih sebagai tempat kegiatan karena perempuan SAD Batin sembilan tidak memiliki akses informasi mengenai kesehatan reproduksi termasuk tidak memiliki tenaga bidan dan layanan puskemas di desa mereka.

Kegiatan ini dapat terlaksana karena adanya dukungan dari donatur yaitu Ishk Tolaram, sebuah  organisasi filantropi yang menyediakan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan keterampilan untuk masyarakat yang kurang beruntung dan juga donatur individu yang berkontribusi melalui panggilan donasi Period Sister yang diadakan di media sosial Beranda Perempuan dan Biyung dan Jakarta Feminis sejak 3 bulan lalu.

Kegiatan Workshop ini melibatkan sekitar 60 perempuan SAD Batin sembilan dan Perempuan petani.  Mereka dibekali keterampilan menjahit pembalut kain sekaligus mendapatkan pengetahuan mengenai pentingnya pemenuhan hak atas kesehatan reproduksi ditempat tinggal mereka.

60 Perempuan SAD Batin sembilan akan  menjahit sekitar 1000 lembar pembalut kain selama 3 minggu.  hasil produksi pembalut ini  akan mereka gunakan untuk mereka sendiri  dan juga akan dibagikan bagi perempuan miskin yang membutuhkan.

Menurut Ani Safitri selaku fasilitator Beranda perempuan  “ gerakan jahit pembalut ini adalah media perempuan untuk bersaura menuntut hak atas kesehatan reproduksi yang selama ini dianggap tidak penting, padahal sejak tahun 2020-2023 setiap tahun 1 orang bayi meninggal dunia disini, ”

selain itu, Workshop jahit pembalut kain ini juga mengajak perempuan SAD Batin sembilan untuk mengembalikan ingatan kolektif mereka pada praktik kearifan nenek moyang mereka dalam menjaga kesehatan menstruasi yang bergantung dari hutan

di masa lalu, perempuan SAD Mengunakan kulit kayu terap diikat dengan kain sebagai pembalut, generasi selanjutnya mengunakan handuk. namun, kebiasaan ini mulai ditinggalkan, sejak penjualan pembalut sekali pakai marak dijual di desa mereka. pembalut plastik sekali pakai yang beredar  di pasar mengandung bahan kimia yang dapat menganggu kesehatan organ reproduksi perempuan.

Gerakan jahit 1000 pembalut kain ini akan bergulir,  menumbuhkan solidaritas berjuang bagi Perempuan SAD Batin sembilan dan perempuan desa untuk bersama-sama menjaga  sungai, air dari pencemaran sampah plastik dari pembalut sekali pakai. sekaligus menjadi gelombang gerakan untuk melindungi kawasan hutan adat mereka dari industri ekstraktif yang telah menghilangkan beragam tanaman obat-obatan yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh perempuan.


Narahubung

08136639910/Zubaidah

Minggu, 29 Desember 2024

Perempuan Untuk Keadilan Iklim

 

Dok Beranda Perempuan


Direktur Beranda Perempuan, Zubaidah mengeluarkan seruan pada pertemuan COP 29 di Baku Ajerbaizan. Beranda perempuan  menuntut pertanggungjawaban negara-negara kaya yang telah mengakumulasi emisi global sejak dimulainya industrialisasi. Negara Kaya memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi bagi masyarakat paling terdampak, khususnya masyarakat yang mengantungkan hidupnya dari hutan dan lahan seperti tani, perempuan adat.

Perempuan Tani dan Perempuan adat menghadapi gagal panen, kesulitan akses air bersih akibat perubahan iklim. derajat hidup perempuan adat batin sembilan semakin memburuk karena aksi iklim yang dijalankan pemerintah belum memprioritaskan kerusakan dan kerugian yang dialami mereka yang terdampak.

Hasil temuan, beranda Perempuan memaparkan. Aksi Iklim melalui praktik proteksi  kawasan hutan dan lahan seringkali membatasi perempuan adat dalam membuka lahan dengan cara membakar. padahal praktik ini telah berlangsung turun temurun sebagai anti tesa dari praktik pertanian yang mengunakan racun dan bahan kimia.

akibatnya, banyak perempuan yang tidak bisa lagi menanam padi dan sayur-sayuran untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. perempuan kemudian terpaksa bekerja serabutan di luar desa mereka dengan memungut berondol sawit atau bekerja dilahan orang lain sebagai pemanen.


Dok Beranda Perempuan


Hasil temuan Riset beranda Perempuan Memaparkan, Aksi Iklim yang dijalankan belum serius mengatasi masalah akar penyebab terjadinya krisis iklim. pemerintah belum beranjak dari ketergantungan energi kotor batubara.

Untuk memastikan COP29 yang disebut COP yang fokus membahasa pendanaan menyerukan negara-negara maju sebagai berikut :

  • Pendanaan Publik Berbasis Hibah dapat adaptasi yang diakses oleh komunitas garis depan yaitu Petani, perempuan adat untuk memungkinkan tindakan nyata di daerah dan komunitas yang rentan terhadap iklim, alih-alih pinjaman dan keuangan swasta yang semakin meningkatkan beban utang yang akan semakin menjauhkan perempuan atas  akses layanan dasar bagi perempuan.

Dana Hibah harus dikucurkan dengan elemen kualitatif seperti akses dan keterjangkauan, dan pengakuan prinsip-prinsip keadilan pajak dan prinsip-prinsip 'pembayaran pencemar'.

  • Tujuan keuangan publik yang eksplisit untuk kehilangan dan kerusakan, adaptasi dan mitigasi.
  • Transparansi dan akuntabilitas, untuk mengetahui di mana dan bagaimana keuangan dimobilisasi dan didistribusikan, menolak marginalisasi lebih lanjut dari masyarakat yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim, dan definisi yang jelas tentang apa kerangka pembiayaan iklim termasuk dan mengecualikan.
  • Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan Keadilan harus menjadi prinsip inti dalam hasil pendanaan iklim di COP29 yang menjamin bahwa pendekatan berbasis hak akan diadopsi dalam mobilisasi dan distribusi keuangan.

Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage