![]() |
photo by Wandy |
Hak atas bantuan hukum dan secara
luas akses terhadap keadilan merupakan hak konstitusional warga Negara yang
telah dijamin dalam UUD 1945. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum hanya dapat terwujud apabila setiap warga
negara memiliki hak sama untuk mendapatkan pembelaan baik di dalam maupun di
luar pengadilan. Ketidakmampuan ekonomi seseorang tidak boleh menyebabkan
mereka sendirian di dalam menghadapi masalah hukum.
Berdasarkan pengalaman Beranda
Perempuan bersama aliansi save Our Sisters, sebuah aliansi yang beranggotakan
para relawan advokat, seniman, akademisi dan peyintas. Jumlah advokat atau
pendamping korban kekerasan seksual tidak sebanding dengan jumlah korban
kekerasan yang jumlahnya terus meningkat. disamping harus mengeluarkan biaya
yang tidak kecil untuk jasa seorang advokat.
keterbatasan tersebut semakin
berat dialami tim Beranda Perempuan. Sebab mayoritas korban kekerasan seksual
melaporkan kasusnya, setelah didampingi oleh pemerintah dan kecewa dengan sikap
aparat hukum yang permisif terhadap beban trauma yang dialami korban sehingga beberapa
kasus berujung pada vonis bebas atau vonis ringan pelaku kekerasan seksual.
Meskipun saat ini, dengan adanya
UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pemerintah telah mengalokasikan
anggaran bantuan hukum cuma-cuma bagi warga yang tidak mampu yang harus
dibuktikan dengan surat keterangan miskin, namun masih banyak kendala di
lapangan dalam implementasinya sehingga bantuan hukum belum berjalan efektif
menjangkau masyarakat miskin yang membutuhkan.
Dengan berbagai keterbatasan
tersebut, kehadiran paralegal menjadi sangat penting untuk mendampingi dan
membantu masyarakat miskin dan marjinal seperti kelompok korban kekerasan untuk
mendapatkan keadilan atas permasalahan hukum yang mereka hadapi atau
pelanggaran hak- haknya.
Tidak seperti advokat yang seringkali
membatasi diri bekerja di wilayah peradilan (litigasi), paralegal lebih mampu
berperan melakukan pendampingan dan kerja-kerja non litigasi seperti
pemberdayaan hukum terhadap kelompok-kelompok masyarakat sehingga masyarakat
mampu menyelesaikan permasalahan mereka dan berdaya untuk mengakses hak-haknya.
Hal ini pulalah yang
melatarbelakangi Beranda perempuan melaksanakan Pelatihan Pendampingan
Paralegal Korban Kekerasan bagi relawan dan korban kekerasan di Jambi untuk
saling bahu-membahu meringankan beban korban kekerasan. Bertempat di Grand
Hotel, kegiatan pelatihan tersebut dilaksanakan selama dua hari Rabu-Kamis,
tanggal 17-18 Maret 2021.
Kegiatan yang berisi materi
pembekalan paralegal ini diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Mulai
dari ahli hukum, advokat, hingga pendamping korban kekerasan yang telah
menangani banyak kasus. Adapun materi yang disampaikan berupa pemahaman tentang
Sex dan Gender yang disampaikan oleh Zubaidah, Data monitoring dan pendampingan korban kekerasan oleh
LRC-KJHAM, peran paralegal terhadap korban kekerasan seksual oleh Muhammad
Syahlan Samosir S.H.,M.H, sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan oleh Sigit Somadiyono S.H.,M.H, dan Mike yang
menerangkan tentang pengalamannya sebagai komisioner komnas anak.
Acara ini diikuti oleh 20 peserta
dengan latar belakang yang berbeda, mulai dari mahasiswa fakultas hukum, ibu
korban kekerasan, serta beberapa mahasiswa umum dari beberapa kampus di Jambi.
Antusiasme peserta terlihat dari awal kegiatan hingga akhir, terbukti semua
peserta sepakat untuk menjadi paralegal Beranda Perempuan yang akan membantu
berbagai kasus yang akan didampingi oleh Beranda. Selain pemberian materi,
kegiatan ini juga diramaikan dengan acara noton bersama film Impossible Dream,
games, drama kasus kekerasan, serta menari one billion rising.
Dalam penyampaiannya, Syahlan
Samosir seorang akademisi hukum sekaligus kepala divisi Peradi Jambi
menjelaskan, peran paralegal dalam kesehariannya membantu seorang advokat dalam
mempersiapkan kasus-kasus dalam rangka membela kepentingan mitra/kliennya. Ia
juga melakukan pemberdayaan hukum, pengorganisasian masyarakat serta advokasi.
Paralegal juga tidak terbatas pada orang-orang yang memiliki latar belakang
pendidikan hukum, namun, ian dituntut untuk memiliki pengetahuant tentang
hukum. Beberapa tahapan konsultasi seorang paralegal kepada korban berupa
mencatat identitas, mencatat permasalahan, menguatkan psikologis korban,
menanyakan keingin korban, menginformasikan aspek hukum pada korban,
menginformasikan kendala-kendala, membuat surat kuasa, serta melakukan
pendampingan korban.
Di akhir
sesi, Zubaidah, Direktur Beranda Perempuan menjelaskan berbagai bentuk kasus
kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini semakin marak dan beragam bentuknya.
Berbagai aturan hukum yang telah ada dinilai belum mampu memberikan efek jera
dan hukuman yang setimpal dengan kasus yang dilakukan. Ia menyampaikan
pentingnya upaya bersama untuk mensahkan rancangan undang-undang penghapusan
kekerasan seksual (RUU P-KS) sebagai jalan yang dapat memudahkan korban mencari
keadilan. Tak sampai disini, pasca pelatihan paralaegal ini, Beranda perempuan
akan terus berupaya membekali paralegalnya untuk memenuhi kapasitasnya.