Perempuan menari One Billion Rising
Menolak Kekerasan seksual terahdap pempuan di Jambi
Gambar by M. Irza
|
8 Maret, Hari Perempuan Internasional (HPI) merupakan
sejarah lahirnya gerakan demonstrasi buruh perempuan di pabrik garmen menuntut
perbaikan kondisi kerja dan kenaikan upah bagi buruh perempuan di New York,
Amerika. Aksi demontrasi tersebut menjadi inspirasi bagi seluruh kalangan
perempuan didunia termasuk di indonesia untuk memperjuangkan persoalan
perempuan.
Di Jambi, Save Our Sisters memperingati dengan Menari “
Break A chain” dan pentas seni sebagai simbol perlawanan perempuan terhadap
maraknya kasus kekerasan seksual dan berbagai bentuk eksploitasi perempuan di
jambi
Berdasarkan data P2TP2A Provinsi Jambi pengaduan tindak
kekerasan mencapai 114 kasus pada tahun 2016 menurun pada tahun 2017 sebanyak
106 kasus. Akumulasi kasus kekerasan sepanjang tahun 2016-2018 , 80%
diantaranya adalah kasus terhadap anak terutama anak perempuan. profil pelaku
sebagian besar berasal dari orang dekat seperti ayah, kakak, sepupu, teman
dekat, tetangga.
Hasil studi Beranda Perempuan melalui tracking
pemberitaan di media massa dan juga wawancara, Sekitar 5 orang mahasiswi
menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen di dua kampus di
jambi. Ironisnya pihak kampus melakukan pembiaran terhadap tindakan tersebut
demi meyelamatkan “ nama baik” kampus. Kondisi ini akan menimbulkan impunitas
bagi pelaku yang dapat memicu terjadinya keberulangan pada perempuan lainnya.
Save Our Sister juga meyesalkan praktik tes keperawanan
masih berlangsung di institusi kepolisian bagi calon polwan. SOS menilai tes
keperawanan merupakan tindakan serangan seksual yang diskriminatif terhadap
perempuan dan mengingkari jaminan konstitusi pada hak warga negara seperti yang
tertuang dalam pasal 281 ayat 2 hak untuk bebas dari diskriminasi dan pasal 28G
hak atas perlindungan diri
Berbagai upaya yang dilakukan untuk penghapusan kekerasan
terhadap perempuan dan anak masih terhambat oleh beberapa hal diantaranya;
penegakan hukum yang lemah, lambannya negara dalam menangani kasus kekerasan
dan minimnya Jangkauan lembaga layanan yang mendekatkan dengan akses korban
serta stigma yang berkembang dimasyarkat bahwa perempuan korban kekerasan
justru dianggap yang salah.
Selain di perkotaan, Save Our Sister juga meyoroti
persoalan perempuan di desa yang tengah dikepung oleh hadirnya perusahaan
tambang PT Minimex di desa Taman Dewa Kabupaten sarolangun. Aktivitas tambang
menyebabkan 22 rumah warga retak-retak dan puluhan sumur kering sehingga
perempuan terpaksa mengunakan air yang kotor untuk kebutuhan sehari-hari dan
mereka mengeluhkan gatal-gatal dan jangka panjang air yang kotor bisa
mengakibatkan terganggungnya kesehatan reproduksi perempuan.
Kondisi perempuan di pedesaaan semakin menderita seiring
dengan praktek monopoli lahan perusahaan sawit milik PT EWF, PT BBS dan PT PHL.
Karena waktu singkat perusahaan tersebut telah menghilangkan beragam tanaman
pangan yang biasa dikelola perempuan. inilah yang kemudian menjadi pemicu
maraknya Perempuan yang bekerja sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) diperkebunan
sawit tanpa jaminan dan keselamatan selama bekerja.
Perempuan BHL bekerja dengan upah yang rendah sekitar 60
ribu sementara laki-laki sekitar 80 ribu, Upah tersebut sangatlah tidak sesuai
dengan beban kerja dan resiko kerja yang ditanggung buruh perempuan karena
selama bekerja perempuan juga meyemprot sehingga beresiko terpapar pestisida
dan pupuk kimia.
Sementara perempuan adat yang berada di wilayah tenurial
hutan, tertutup akses dalam ruang geraknnya karena tidak memiliki pengakuan
secara politik keputusan secara strategis, sehingga perempuan menjadi pihak
yang dirugikan.
Atas dasar fakta-fakta diatas, maka kami Save Our Sisters
mengajukan tuntutan sebagai berikut:
Tuntutan
1.Tegakkan Hukum yang berpihak kepada korban kekerasan
seksual
2. Tingkatkan Kerja pelayanan bagi korban kekerasan
seksual di kota
3. Hentikan Praktik tes Keperawanan
4. Hapuskan diskriminasi Upah bagi perempuan
5. Cabut izin perusahaan sawit dan tambang
6. Wujudkan kebijakan kesetaraan perempuan dan laki-laki
dalam tata kelola tenurial
7. Berikan standar keamanan bagi perempuan di kampus