Dampak Revolusi Hijau Pada Masa Orde Baru Terhadap Perempuan

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Kamis, 09 Juli 2020

Dampak Revolusi Hijau Pada Masa Orde Baru Terhadap Perempuan




Latar belakang lahirnya orde baru

Lahirnya era orde baru dilatarbelakangi oleh runtuhnya orde lama. Tepatnya pada saat runtuhnya kekuasaan Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto. Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negri yang tidak kondusif pada masa orde lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di indonesia melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar.

Jatuhnya rezimsoekarno telah membuat kekuasaan negara jatuh ketangan reaksioner kanan yang dipimpin oleh oeharto dan naution. Sebagai kekuasaan yang paling raksioner rezim Soeharto tidah terbantahkan lagi, karena beberapa alasan.

Anti- demokrasi -> pengambil-alihan kekuasaan tidak dengan cara demikrasi melaikan melalui kudeta.
Pro-imprialis -> rezim soeharto mengundang pihak asing untuk memberikan pinjaman hutang dan melakukan investasi dengan janji keamanan politik, tenaga kerja murah, bahan mentah dan kemudahan-kemudahan lainnya
Anti-rakyat -> pengambil-alihan tanah-tanah hasil land-reform dan nasionaslisasi dan diserahkan kepada TNI dan kepada kapitalis komprador, tuan tanah dan kapitalis birokrat.
Apa itu

Revolusi hijau

Revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950an-1980an dibanyak negara berkembang terutama di asia. Dalam artian revolusi hijau adalah pertanian

green_revolution-400x284 dengan paket teknologi modern. Akibatnya mulai muncul kebutuhan-kebutuhan yang memerlukan modal besar, sehingga menimbulkan ketergantungan terhadap bantuan dan pinjaman luar negeri baik dalam bentuk uang maupun barang modal.

Adapun yang melatarbelakangi revolusi hijau adalah masa orde baru ditujukan untuk memaci peningkatan produksi pangan, karena kebutuhan pangan yang meningkat dan mengurangi impor beras.

Revolusi hijau menimbulkan perubahan sosial, antara lain dalam hal pengelolaan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, penggunaan sarana-sarana produksi dan pengaturan waktu panen. Dalam pelaksanaan revolusi hijau, pemerintah melakukan pengendalian petani lewat konsep sosial-ekonomipolitik demi berlangsungnya revolusi hijau. Sehingga dapat dikontrol secara ketat dan sistemik. Sistem tersebut di buat dalam bentuk kelembagaan dan perangkat birokrasi. Interpensi ini dilakuakan melalui bimbingan massa ( BIMAS) dan penyuluhan dan dibuntuk kelembagaanseperti kelompok tani, KUD dan sebagainya.

Dan ditambah lagi pada saat itu pemerintah melakukan subsidi besar-besaran terhadap pengadaan pupuk dan pestisida. Jika menelisik, kita akan banyak menemukan dampak akibat  revolusi hijau.

Dampak positif dari revolusi hijau adalah meningkatnya produksi tanaman pangan terutama padi dan gandum sehingga kebutuhan karbohidrat terpenuhi dan menjadikan negara indonesia yang sebelumnya pengimpor beras menjadi negara dengan swasembada pangan. Jika ada dampak positif, maka kita akan menemukan dampak negatif dari revolusi hijau.

Dampak negatif dilihat dari sisi ekonomi diantaranya swasembada yang dicanangkan tidak berlangsung lama, terjadinya impor beras besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dan menyokong swasembada beras, ketergantungan petani terhadap teknologi modern mengancam kesejahteraan para petani. Dampak negatif dilihat dari sisi politik adalah karena program swasembada ini terjadi pengontrolan petani melalui dibentuknya badan kelembagaan yang mendukung revolusi hijau, seperti didirikannya KUD, dan lain sebagainya.

Dan jika dilihat dari sisi sosial begitu banyak dampak yang timbul, diantaranya pengangguran semakin tinggi, merosotnya nilai tradisional, norma saling membutuhkan atau gotong royong mulai menghilang, polarisasi sosial, serta penurunan perempuan dipedesaan.

Lalu bagaimana kodisi perempuan dengan munculnya revolusi hijau?

Jika telah dikatakan diata bahwa revolusi hijau menimbulkan perebuhan sosial. Secara tradisional petani perempuan mempunyai peranan penting baik manajemen maupun kerja fisik. Namun pembangunan telah gagal memperhatikan nasib ataupun kepentingan perempuan. Partisispasi perempuan secara historis dan tradisional telah dihancurkan oleh ppembangunan melalui program “revolusi hijau”.

Jika sebelum modernisasi pertanian diperkenalkan ketengah masyarakat pedesaan pola hhubungan antara laki-laki dan perempuan adalah kesetaraan gender. Namun setelah modernisasi maka prespektif tersebut berubah menjadi ketimpangan gender, dimana adanya dominasi dan subordinasi antara laki-laki dan perempuan. Struktur keluarga berubah, dimana buruh perempuan yang biasanya menumbuk padi sebagai penghasilan tambahan sekarang hanya tinggal dirumah. Dampak yang paling mencolok terhadap perempuan diantaranya:

1. Akses teknik pertanian modern, karena adanya nilai bahwa perempuan tidak mampu menangani mesin pertanian
2. Mekanisme dibidang pertanian yang telah menghapus peran ekonomi perempuan yang secara tradisional
3. Marginalisasi perempuan
4. Mengukuhkan aktivitas perempuan kepada pekerjaan domesti seperti menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak.

Dampak  yang paling mencolok yaitu meningkatnya angka pengangguran. Akibatnya terjadinya urbanisasi, banyak masyarakat desa pindah kekota dengan menjadi pekerja rumah tangga atau menjadi buruh murah di perusahaan. Karena kebijakan neoliberal pembanguanan mencabut domain pekerjaan perempuan miskin diganti dengan mesin, modal besar. Karena terjadi perampasan pekerjaan perempuan disawah membuat para perempuan menjadi buruh dilahan perkebunan dan bahkan itu menjadibudaya turun-temurun. Tidak ada jaminan keamaan (terjadinya pelecehan) bahkan ketika perempuan menjadi buruh harian lepas ditempatkan di wilayah yang tidak membutuhkan tenaga besar seperti tempat penyemaian, namun disitulan banyak racun dan pestisida yang berbahaya bagi perempuan. Bukan hanya tidak ada jaminan kesehatan dalam segi upah pun juga berbeda antara laki-laki dan perempuan atau bahkan jika seorang istri bekerja menjadi BHL maka gajinya tersebut diserahkan kepada suaminya.

Perempuan desa yang bergantung hidupnya pada sumber daya alam kebanyakan menjadi korban dampak negatif pembangunan. Perempuan yang tinggal di sekitar proyek industri besar seperti pertambangan dan instalasi minyak atau gas alam menderita oleh punahnya atau rusaknya tanah dan sumber daya alam, seperti hutan, air, sedangkan ganti rugi umumnya diberikan kepada laki-laki.

Kemudian bagaimana nasib perempuan yang progresif pada masa soeharto?

Jika pada masa soekarno organisasi perempuan berkembang pesat, maka pada masa soeharto terjadi penghancuran organisasi perempuan. Penghancuran ini dilakukan melalui berbagai berita fitnah masif di berbgaia media kamiliteran dengan menyebarkan isu keterlibatan dan penyimpangan moral seksual para anggota organisasi perempuan yang berwatak progresif pada masa itu.

Bukan hanya itu, pada rezim soeharto membentuk organisasi perempuan yang jauh dari watak progresif dan kepenting perempuan pekerja seperti PKK, Dharma Wanita dll. Bahkan kegiatannya pun di atur oleh rezim soeharto sehingga menghasilkan budaya “ikut suami” dan timbul ideologi ibuisme, dimana perempuan pada masa itu hanya melakukan kegiatan yang hanya meningkatkan kecakapannya dalam pekerjaan domestik, seperti menjadi ibu rumah tangga yang baik, mengurus anak dan lain sebagainya. Bahkan jika perempuan tersebut menjadi istri seorang pejabat, kegiatan istrinya dikontrol melalui suaminya.

Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage